Kamis, 22 Mei 2008

Demikianlah para Ulama

Assalaamu'alaykum warohmatullah wabarokatuh

”Bukankah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,”Seutama-utama jihad adalah perkataan yang hak (benar) *di hadapan* penguasa yang zolim.”*[HR. Nasai]

Imam Al auza'i adalah seorang imam yang hidup pada masa Tabi'in insya' Alloh, biodatanya bisa dilihat di web :
http://cahayasunnah.wordpress.com/2006/04/11/al-auzai-rohimahulloh/

Berikut ini saya cuplikkan dari sebuah buku, semoga bermanfaat

Wassalaamu'alaykum warohmatullah wabarokatuh
Danang

Ditulis ulang dari buku Sesudah Kesulitan ada Kemudahan
Judul Asli :Ba'da dziq ya'til Faraj
Pengarang : Khalid Abu Shalih
Penerbit : Dar AnN-Naba'
Penerjemah : Ust. Abu Ihsan Al-atsari
====================================
Al-auza'i berkata : "Ketika Abdullah bin Ali datang ke negeri Syam setelah menaklukkan Bani Umayyah, ia duduk diatas singgasananya. Ia memanggil empat pengawal dengan membawa senjata yang berbeda. Seorang pengawal membawa pedang yang terhunus, seorang pengawal lagi membawa jazarah (tongkat yang terbuat dari besi). Seorang pengawal lagi membawa a'midah (pedang yang memiliki irisan panjang pada satu sisinya).Dan seorang lagi membawa Al-Kafirkuub (kayu yang tebal lagi pendek). Kemudia mereka membawaku. Ketika sampai di pintu mereka menurunkan aku dari kendaraanku. Dua orang pengawal, memegang lenganku kemudian membawaku masuk di antara barisan pengawal sementara aku melangkahi mayat-mayat korban -pada saat itu tujuh puluh orang telah dieksekusi dengan menggunakan al-kafirkuub-. Mereka menempatkan aku di tempat yang mana mereka dapat mendengar suaraku. Aku mengucapkan salam kepadanya namun ia tidak membalas salamku. Ia memukul-mukulkan lembing yang ada di tangannya. Kemudian ia memberi isyarat dengan tangannya agar aku duduk di atas kursi.

Ia bertanya kepadaku: " Apakah engkau yang bernama Abdurrahman bin Amru Al-Auzaa'i?"

Aku menjawab: "Benar, semoga Allah memperbaiki keadaan amir."

Ia berkata: "Hai Auzaa'i, bagaimana pendapatmu tentang perbuatan kami yang telah melenyapkan kekuasaan orang-orang zhalim ini di atas rakyat dan negeri? Apakah termasuk jihad atau ribath?"

Aku menjawab: "Semoga Allah memperbaiki keadaan amir, aku memiliki hubungan yang sangat mesra dengan Dawud bin Ali."

Ia berkata: "Engkau jawab pertanyaanku tadi!"

Aku berpikir sejenak, kemudian aku bersiap-siap berserah diri untuk mati. Maka akupun menjawab:

"Wahai amir, aku mendengar Yahya bin Sa'id Al-Anshari berkata: "Aku mendengar Muhammad bin Ibrahin At-Taimi berkata: "Aku mendengar 'Alqamah bin Waqqash berkata: "Aku mendengar Umar bin al-Khaththab berkata: "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niat, dan bagi setiap orang itu mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya maka hijrahnya adalah kepada (keridhaan) Allah dan RasuNya. Dan barangsiapa berhijrah karena ingin mendapatkan dunia atau ingin menikahi seorang wanita, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan"

Ia memukulkan lembingnya lebih keras lagi dari semula, dan para pengawal di dekatnya bersiap menggenggam erat gagang pedang mereka dengan tangan.

Kemudian ia bertanya: "Bagaimana pendapatmu tentang harta benda mereka?"

Aku berkata: "Jika harta benda itu haram di tangan mereka maka juga haram atasmu. Namun jika harta benda tersebut halal di tangan mereka maka itu tidak halal bagimu kecuali bila diambil dengan cara yang syra'i"

Ia memukulkan lembingnya lebih keras dari yang semula. Kemudian ia berkata: "Hai Auzaa'i, apa pendapatmu tentang darah Bani Umayyah?"

Ia bertanya kepadaku dengan pertanyaan orang yang ingin membunuh orang yang menjawabnya, maka akupun kebingungan.

Ia berkata: "Engkau telah mengetahui apa yang terjadi! Jawablah pertanyaanku tadi!"

Aku berkata : "Mereka telah memiliki perjanjian dengan dirimu, hendaklah engkau menunaikan perjanjian yang telah engkau sepakati itu terhadap mereka."

Ia berkata: "Celaka engkau, tidak ada perjanjjian apapun antara kami dengan mereka!"

Bukan main takutnya aku dan aku tidak mau dieksekusi, namun aku teringat kedudukanku di hadapan Allah subhanaahu wata'ala lantas akupun angkat bicara. Aku katakan kepadanya:

"Darah mereka haram atasmu!"

Marahlah Abdullah bin Ali, meronalah wajahnya dan merahlah mata, ia berkata : "Celaka engkau, mengapa begitu?"

Aku berkata: "Saudaramu, Dawud bin Ali telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga perkata: Darah dibayar darah, orang tua yang berzina dan orang yang murtad dari Islam."

Ia berkata: "Apakah engaku berkata demikian?"

Ia memukul lembingnya lebih keras dari semula.

Aku menjawab: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mengatakan seperti itu!"

Ia berkata: "Celaka engkau, bukankah kekuasaan kami ini termasuk perkara agama!"

Aku berkata: "Mengapa demikian?"

Ia berkata: "Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewasiatkannya kepada Ali?"

Aku menjawab: "Kalaulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewasiatkannya kepada Ali tentu tidak akan dilakukan perdamiaian oleh dua hakim."

Ia diam dan telah memuncak kemarahannya. Sementara aku mengira kepalaku akan putus dihadapanku.

Kemudian ia berkata: "Maukah engkau kami angkat menjadi qadhi?"

Aku berkata: "Sesungguhnya pendahulumu tidaklah membebaniku dengan tugas berat itu. dan aku suka bila disempurnakan kebaikan yang lebih dahulu mereka berikan kepadaku."

Ia berkata "Sepertinya engkau ingin pergi."

Aku berkata: "Sesungguhnya dibelakangku telah menunggu keluarga yang mereka butuh diurus dan dilindungi, hati mereka gelisah karena mereka menunggu diriku."

Ia menunduk dan akupun ikut menunduk menunggu dan lama menunggu, kemudian aku berkata: "Aku ingin buang air kecil."

Ia berisyarat dengan tangannya agar aku pergi. Maka akupun bangkit dan tidaklah aku melangkah satu langkah melainkan aku merasa seolah kepalaku dipenggal dari belakang.

Akupun keluar dan menaiki kendaraan. Belum berjalan seberapa jauh tiba-tiba datang utusan amir menyusulku di belakang. Akupun turun. Aku berkata dalam hati: "Barangkali ia diutus untuk memenggal kepalaku. Akupun shalat dua rakaat. Aku bertakbir. Pengawal itu datang sementara aku berdiri mengerjakan shalat. Ternyata pengawal itu membawa uang dua ratus dinar. Ia berkata : Amir berkata kepadamu: "Gunakanlah uang ini."

Maka akupun mebagi-bagikan uang itu sebelum aku tiba di rumah. Aku terpaksa mengambilnya karena takut.

Disebutkan pula amir menawarkan kepadanya untuk berbuka puasa bersamanya namun Al-Auzaa'i menolak berbuka bersamanya.

(Shafahaat Mudhiiah min Hayatis Saabiqiin I/112-114)

Tidak ada komentar: